√ Sinopsis Cerita Malin Kundang Bahasa Jawa dan Unsur Intrinsik

Apa yang ada di benak kita ketika mendengar kata Malin Kundang? Si anak durhaka, anak yang terkena kutukan, batu Malin Kundang dan lainnya.

Mungkin sudah tidak asing lagi ya dengan legenda batu Malin Kundang. Cerita ini sudah sangat terkenal di kalangan masyarakat karena banyak pesan moralnya.

Nah, pada kesempatan kali ini kita akan membuat ringkasan cerita malin kundang bahasa jawa. Seperti apa ceritanya? Simak artikel berikut ini.

Sejarah Malin Kundang

Legenda malin kundang menjadi cerita rakyat yang cukup terkenal di nusantara. Cerita ini berasal dari Pulau Sumatera yaitu di desa Air Manis, kecamatan Padang Selatan, kota Padang,

Legenda ini menceritakan tentang seorang anak durhaka yang ketika kaya raya tidak mau mengakui ibu kandungnya yang telah melahirkannya.

Ibu Malin yang miskin merasa sakit hati dengan perlakuan anaknya yang tidak memiliki sopan santun. Dan lupa siapa yang telah melahirkan dan membesarkannya.

Karena tindakan malin yang kurang baik, sang ibu yang merasa sakit hati berdoa kepada yang Maha Kuasa meminta keadilan dengan menghukum anaknya.

Anak yang durhaka tersebut kemudian mendapat petaka yang berujung berubah menjadi batu.

Cerita Rakyat Malin Kundang

Di kampung nelayan daerah Padang Sumatera Barat, hidup seorang wanita tua sekaligus janda bernama Mande Rubayah.

Mande Rubayah hanya hidup berdua bersama seorang anak laki-lakinya yang bernama Malin Kundang.

Mande sangat menyayangi dan memanjakan anak lelakinya. Dulu Malin pernah sakit keras sampai nyawanya hampir melayang.

Sejak saat itu juga Mande Rubayah sangat menyayangi Malin, keluarga satu-satunya.

Meskipun selalu di manja, Malin tumbuh sebagai anak pekerja keras. Dia sangat rajin dan mematuhi perintah ibunya.

Malin Merantau Ke Kota untuk Mengubah Nasib

Ketika beranjak dewasa, Malin meminta izin kepada ibunya untuk merantau ke Kota.

Keputusan ini berani di ambil Malin agar dapat mengubah hidupnya lebih baik lagi.

Pada saat itu, kehidupan Malin dan ibunya tergolong kekurangan dan cukup miskin.

Apalagi semakin hari ibunya semakin tua, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya hanya bisa berjualan kue.

Tentu saja penghasilannya tidak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

Ketika meminta izin, Mande Rubayah menolak keinginan Malin untuk merantau ke kota.

Mande hanya khawatir jika ada hal yang buruk terjadi pada anaknya.

Mande Rubayah meminta anaknya untuk tetap di desa menemani dirinya.

Meski sudah di larang ibunya, Malin tetap teguh pendirian untuk berangkat ke kota.

Malin tidak ingin melewatkan kesempatan yang ada karena selama ini jarang ada kapal besar yang bisa membawa ke kota.

Sekali lagi Malin meminta izin pada ibunya sambil meyakinkan ibunya agar mendapat izin.

“Bu, tenang saja! Aku pasti akan baik-baik saja. Ini kesempatan besar yang jarang ada Bu.

Aku ingin mengubah nasib kita dan menafkahi ibu dengan layak. Maka izinkanlah Malin untuk pergi Bu”. Sahut Malin.

Setelah beberapa waktu di yakinkan Malin, hati Mande menjadi luluh.

Sambil menangis, Mande melepaskan anaknya untuk merantau ke kota.

“Baiklah nak, meski berat ibu akan mengizinkanmu pergi. Cepatlah kembali nak! Ibu akan menunggumu”. Ujar Mande.

Penantian Mande Rubayah

Waktu berjalan dengan cepat, setelah kepergian Malin. Mande selalu menunggu dan memandangi lautan dengan harapan anaknya pulang.

Setiap hari Mande selalu berdoa untuk kebaikan Malin yang sedang merantau.

Mande semakin rajin untuk mencari kabar di sekitar Pantai Air Manis setiap kali ada kapal besar yang datang.

“Apakah kalian bersama anakku Malin? Kapan dia pulang? Apakah dia baik-baik saja?”. Pertanyaan Mande pada nahkodah kapal.

Namun pertanyaan yang selalu dia sampaikan tidak pernah mendapat jawaban seperti yang di harapkan.

Putra satu-satunya itu tidak pernah mengirim pesan atau barang kepada ibunya.

Tahun demi tahun sudah berlalu, Mande semakin tua. Tubuhnya menjadi sangat renta dan membungkuk.

Namun dia tidak pernah lelah untuk menunggu kabar dari anak yang sangat dia sayangi.

Baca Juga : √ Cerita Jaka Tarub dalam Bahasa Jawa Secara Singkat

Pernikahan Malin dan Putri Bangsawan

Suatu hari ada kabar dari nahkoda kapal yang dulu mengantar Malin ke kota.

Nahkoda tersebut membawa kabar bahwa usaha Malin sangat sukses, bahkan dia sudah menikah.

“Mande aku memiliki kabar untukmu, apa kamu sudah tahu? Anakmu Malin telah menikah dengan seorang bangsawan yang kaya raya”. Ucap sang nahkoda.

Mendengar kabar tersebut tidak cukup untuk mengobati kerinduan Mande pada anaknya yaitu Malin.

Dia tetap merasa pilu dan berharap untuk bisa melihat putranya kembali ke desa.

Terlebih anaknya tidak pernah memberi kabar ibunya dan tidak pernah mengunjunginya sampai dia menikah.

“Malin cepatlah pulang ke desa nak, ibu sudah sangat tua dan merindukanmu anakku. Kapan kamu pulang nak?”. Rintihan hati Mande Rubayah setiap malam.

Pertemuan Malin dengan Ibunya

Setelah bertahun-tahun Mande berharap kepulangan Malin, akhirnya harapannya terwujud.

Di pagi yang cerah ini, terlihat kapal besar nan megah sedang berlayar ke Pantai Air Manis.

Disana tampak laki-laki tampan yang sedang bersama istrinya. Laki-laki tersebut adalah Malin Kundang.

Pakaian keduanya sangat mewah, tampak berkilau di bawah terik matahari.

Para penduduk bersorak bersama ketika melihat kapal mewah dan megah itu.

Mereka menduga bahwa kapal itu milik seorang sultan atau bahkan milik pangeran.

Mendapat sambutan tersebut, Malin tampak senang. Sementara Mande terlihat sangat bahagia.

Anak yang sekian lama telah di nanti akhirnya datang juga dan kembali ke desa.

Bersama orang-orang desa, Mande ikut berdesakan sambil mendekati kapal besar itu.

Mande bahagia menyambut sosok pemuda yang di yakini sebagai Malin anaknya. Dia tidak sabar memeluk putranya.

Karena sudah sangat rindu, sebelum para sesepuh selesai memberikan sambutan. Mande yang sangat tua dengan pakaian compang-camping memeluk erat Malin.

“Malin anakku, apa benar kau anakku? Ibu sangat merindukanmu nak! Mengapa tak kunjung pulang?” tanya Mande sambil menangis terharu.

Malin Tidak Mengakui Ibunya

Kerinduan Mande yang sangat dalam rupanya tidak di balas. Malin telah berubah.

Jangankan untuk memeluk ibunya, Malin justru terkejut dan menolak ibunya sendiri.

Apalagi istirnya yang tidak segan untuk merendahkan Mande Rubayah di depan semua orang.

“Apa benar perempuan tua dan miskin ini ibumu? Apa kau telah membohongiku?”. Pertanyaan Istri Malin sembari meludahi Mande Rubayah.

“Dahulu kamu bilang bahwa terlahir dari keluarga bangsawan. Mengapa orang jelek dan miskin ini mengaku sebagai ibumu?” kata istri Malin.

Malin yang terlanjur malu karena penolakan istrinya ini lantas mendorong ibunya.

Malin mendorong dengan sangat kencang hingga ibunya tersungkur ke pasir pantai.

“Dasar perempuan miskin! Aku ini bukan anakmu!” ucap Malin yang merendahkan ibunya.

Mande berusaha meyakinkan Malin berkali-kali, bahwa dia adalah ibunya.

Sikap Malin semakin parah ketika Mande berusaha meyakinkannya.

Malin tanpa segan menendang ibunya yang tengah tersungkur karena berusaha memeluknya kembali.

“Dasar perempuan gila! Ibuku adalah bangsawan! Tidak kotor dan miskin sepertimu!” Umpat Malin pada ibunya.

Mendengar perkataan kasar dari anak yang telah di lahirkan, Mande hanya bisa menangis.

Hatinya sangat sakit melihat putranya telah berubah hingga bersikap kasar. Karena hal ini, Mande Rubayah jatuh pingsan.

Orang-orang di sekitar Pantai Air Manis yang melihat perlakuan Malin Kundang hanya bisa diam.

Kemudian semua orang yang ada di sekitar Pantai Air  Manis pulang ke rumah masing-masing.

Setelah beberapa waktu pingsan, Mande Rubayah dengan sendirinya tersadar.

Pantai mulai sepi dan Malin Kundang sudah pergi. Hanya kapal megah dan mewahnya yang terlihat dari kejauhan.

Petaka Malin Kundang Si Anak Durhaka

Mande tidak menyangka dengan perubahan Malin yang sangat berbeda.

Anak yang telah di lahirkan dan di rawatnya dengan baik tega berbuat seperti itu.

Dengan hati yang sedih dan pilu, Mande Rubayah mengangkat tangannya sambil berdoa.

“Ya Tuhan, jika benar dia bukan anakku maka maafkan perbuatanku yang tadi. Namun jika dia benar anakku Malin Kundang, aku mohon pertolonganmu dengan segala keadilanmu Ya Tuhan”. Doa Mande Rubayah sambil menangis.

Saat itu juga langit yang tampak cerah berubah menjadi gelap. Hujan lebat mendadak turun.

Dari jauh ada badai besar yang tengah menghantam kapal megah dan mewah milik Malin.

Tidak sampai disana, petir menyambar dengan suara yang menggelegar.

Kapal mewah milik Malin hancur berkeping-keping di sambar petir dan terseret ombah hingga ke tepi pantai.

Keesokan harinya setelah badai berlalu, matahari kembali bersinar cerah. Saat itu juga sisa bangkai kapal yang hancur berubah menjadi batu.

Di antara batu tersebut ada satu batu yang menyerupai seorang laki-laki yang sedang bersujud.

Menurut legenda, batu itu adalah perwujudan Malin Kundang yang durhaka kepada ibunya.

Sementara itu, di sekitar batu tampak ikan kecil yang di percaya masyarakat sebagai pecahan tubuh sang istri yang terus mencarinya.

Baca Juga : √ Cerita Rakyat Bahasa Jawa Timun Mas lan Unsur Intrinsik

Sinopsis Cerita Malin Kundang Bahasa Jawa

Malin kundang yaiku jenenge bocah kang ndueni bapak lan mbok. Keluargae Malin ora nduwe tegese melarat, omahe ana ing pinggire segoro.

Mergo kahanane ora ndue, Bapake nekat kerjo ing negara liyo. Budhale numpak prahu lan nyebrang segoro. Nanging Bapake orang tau mulih lan ora tau ketemu keluargane.

Kerono Bapake ora tau mulih, mboke Malin sing jenenge Mande Rubaya ndolek penggawean kanggo urip saben dino.

Malin iku bocah pinter nanging rodho mbeling. Pas lagi nguber pithik, Malin kesandung watu banjur tibo. Tangane sing tengen kena watu, akhire catu nanging catune ora iso ilang.

Malin Kundang Merantau

Ing sawijining dino, Maling mesakne marang mboke sing saben dino tandhang gawe kanggo uripe Malin.

Banjur Malin kepikiran yen ndolek penggawean ing kutha. Mulane Malin jaluk izin marang mboke.

“Mbok aku arep kerjho menyang kutha gedhe, aku pingin kerjo supoyo saget mbantu si mbok” (Ujare Malin).

“Ojho le, mboke ning deso dhewe, bapake kerjho ora tau mbalik ning ndeso, mbok mung duwe kowe le” (jawabe si mbok).

Senajan Mande Rubaya ora ngekei ijin Malin nyambut gawe ing kutha. Nanging Malin tetep ngengkel.

Akhire Mande Rubaya ngolehi Malin menyang kutha nunut kapale saudagar. Ing njero prahu, Malin ketemu wong-wong kang duwe pengalaman akeh. Saka kunu Malin sinau ilmu pelayaran.

Ing perjalanan menyang kutha, kapal sing di tumpaki Malin di kroyok begal. Sekabehane bondho dagangane saudagar sing ana ning njero kapal ora ana kabeh di jupuk begal.

Wong ing njero kapal ya akeh sing di pateni. Begjane Malin ora di pateni, mergo ndelik ing ruangan kang ketutup kayu. Mergo peristiwa iku, Malin lunta-lunta ana ing tengah segara.

Kesuksesan dan Pernikahan Malin Kundang

Kapal kang di tumpaki Malin nabrak pulau. Gawe tenogo namung sithik, Malin mlaku ning deso cidek pinggir segoro.

Deso iku tibake deso kang makmur. Kerono Malin Kundang ulet dadi gampang ndolek penggawean. Suwih-suwih Malin dadi wong kang sugeh ing deso iku.

Malin Kundang ya nduwe prahu dagang kang akeh. Ya duwe anak buah sing jumlahe 100 uwong lebih.  Sakwise sukses, Malin ngelamar cah wadon kang ayu dadi bojone. Uripe Malin lan bojone ayem tentrem.

Ing sawijining dina, Mande Rubaya dellok ana kapal gedhe ing segara. Kapal iku sing biyen di tumpaki Malin nang kutha

Karo mlaku alon lan awake mbungkuk, Mande Rubaya nakoni nakhodahe kapal. Mande takon piye kabar anake yaiku Malin Kundang.

Kabar Malin sing sugih lan kawin karo keturunan bangsawan mpun nyebar. Mande Rubayah seneng banget kerungu kabare Malin sing wis sugih.

Mande Rubayah saben sore ana ing pinggire segoro ngenteni anake yaiku Malin Kundang balik nang deso. Mande ngarep-ngarep anake mulih lan iso ngangkat derajate mboke. Nanging Malin ora tau teka ing deso panggon dheweke lahir, marai mboke sedhih banget.

Malin Kundang Kembali Ke Desanya

Bojone takon mboke lan pengen ketemu kali mboke Malin. Malin ora iso nolak kekarepane bojone. Malin, bojone lan anak buahe menyang desa panggone Malin lahir

Malin lan bojone menyang desa nggunakake prahu pribadi sing gedhe lan apik. Sakwisi suwih ana ing dalan, akhire Malin lan bojone tutuk ana desa panggon si mboke Malin.

Ing sawijining dina, ana kabar yen ana kapal gedhe lan apik sing duwe iku bangsawan kang wis rabi.

Mande Rubayah seneng banget ana kabar iku. Naliko dellok kapan gedhe, kanthi alon-alon dheweke dellok langsung, pasangan bangsawan kui sapa?.

Nalika dellok ana wong wadon lan wong lanang gawe klambil apik, Mande seneng banget. Akhire Mande Rubayah iso dellok luwih cidhek wong lanang kasebut.

Lan pas ndeleng lanang kasebut, jantunge deg-degan mergo ngarep yen wong lanang ganteng lan sugih iku anake Mande yaiku Malin Kundang.

Nalika lengen wong lanang ganteng lan sugih iku kebukak angin. Kethok jelas banget tangan sing tengen ana catune.

Iku gawe Mande Rubayah nganti yakin yen cah lanang iku anake Mande Rubayah yaiku Malin. Kanthi ora sadar, Mande wis ngerangkul Malin mergo seneng banget iso ketemu anake sing ora tau mulih iku.

Malin kaget banget mergo ana sing ngerangkul yaiku wong wadon kang sepuh banget lan gawe klambi kang ora pantes di gawe. Opo maneh bojone Malin kethok ora seneng dellok wong sepuh kang kumuh niku.

Malin Kundang Durhaka Kepada Ibunya

Mande Rubayah ngerangkul lan nangis mergo iso ketemu karo anake sing wis suwe ora tau ketemu.

“Malin… iki mbokmu nak. Akhire kowe ana ing deso iki nak, mak saben dino ngenteni kowe nak” (Ujare Mande)

“Apa iya wong tuwo mlarat iki mbokmu Malin? Kena apa pas ngelamar kowe ngomong keturunan priyai sugih, dadi bapakku gellem nerimo lamaranmu!” (ujare bojone Malin).

Krungu sindiran saking bojone, Malin isin yen duwe mbok sing mlarat lan klambine elek. Akhire Malin ora gellem ngakoni mbokne dewe. Malin apen-apen ora kenal karo si mboke.

“He mbok… apa iya aku iki anakmu? Apa iya kowe sing ngelahirno aku?”. Ujare Malin karo nyurung si mbok sampek tibo ning lemah.

Dellok tingkahe Malin, Mande kaya ora percoyo yen anake wis lali marang wong tuwane lan tindhakane wis ora patut marang wong tuwo. Banjur Mande nyobak nyedeki Malin maneh.

“Malin.. iki mbokmu nak, ana apa kowe ora kenal karo si mbok?” (Ujare si mbok).

Kanthi suara sing melas lan usaha ben iso ngerangkul maneh. Mande nyungkur ing lemah karo ngerangkul sikile Malin.

Bojone Malin kaget banget. Maling ngerasa luwih isin kaleh bojone lan anak buahe sing dellok kejadian iki. Kanthi tego, Malin nyandung mboke sampe tibo.

“Aku iki duduk anakmu.. ora mungkin wong kaya kowe sing mlarat, mambu lan wing tuwo iki mbokku” (Wangsule Malin).

Dikutuk Menjadi Batu Malin Kundang

batu malin kundang

Sakwisi iku, Malin ngajak bojone lan anak buahe balik ning kapal kanthi nerusno perjalanan. Ningali Malin sing tego marang wong tuwo kandunge, Mande Rubaya nemen loro atine. Kali roso sedhih lan nesu, Mande Rubayah ndungo.

“Duh gusti, yen bocah iku duduk anakku, tak sepuro kabeh tumindake sing ala. Nanging yen bocah iku pancen anakku Malin Kundang, anak iku wis durhaka marang wong tuwo kandunge lan tak kutuk Malin Kundang dadi watu” (Dungone si mbok nganti pilu atine).

Ora suweh sakwise mbokne dunga, langit mau sing padang moro petheng. Udane deres karo kilat, ing tengah segoro ana badai moro nang prahune Malin Kundang. Akhire prahune ajur lan di gowo ombak menyak pesisir pantai Air Manis.

Awake Malin Kundang kegowo sampek ana ing ngarepe mboke. Ngadep mboke kanthi wong kang sujud lan jaluk sepuro maring mboke.

Malin jaluk sepura menyang mboke, nanging kuthukane wing kaucap ora iso di hapus. Ora suwe, awake Malin Kundang lan tugelane prahu kang wis ajur berubah dadi watu.

Unsur Intrinsik Cerita Malin Kundang Bahasa Jawa

Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun dalam sebuah cerita. Unsur ini cukup penting dalam sebuah karya sastra, sehingga tidak boleh di lewatkan.

Unsur intrinsik dalam cerita Malin Kundang bahasa Jawa ini meliputi:

Tema

Tentang seorang anak yang durhaka kepada orang tuanya dan melupakan orang tuanya setelah menjadi kaya raya.

Tokoh

Dalam cerita rakyat ini ada dua tokoh utamanya yaitu Mande Rubayah dan Malin Kundang.

Mande Rubayah di gambarkan sebagai ibu yang penuh kasing sayang, sabar menunggu putranya yang meran tau dan rajin.

Sifat rajin Mande di gambarkan pada kegiatannya yang masih berjualan kue di usia yang sudah tua.

Malin Kundang di gambarkan sebagai tokoh antagonis. Sifatnya sombong, kejam dan durhaka pada ibunya.

Meskipun Malin Kundang memiliki sifat penurut dan rajin di usianya yang masih kecil.

Latar

Latar atau setting tempat dalam cerita rakyat ini adalah di perkampungan nelayan Pantai Air Manis daerah Padang Sumatera Barat.

Alur

Maju karena menceritakan kisah keluarga Malin dari kecil hingga Malin dewasa dan berkeluarga.

Sudut Pandang

Orang ketiga karena menggunakan kata ganti dia.

Amanat

  • Pesan moral dari cerita Malin Kundang adalah dalam kondisi apapun muliakanlah ibumu, karena dia yang telah melahirkan, membesarkan dan merawat dengan kasih sayang.
  • Durhaka kepada orang tua hanya akan membawa malapetaka, karena murka orang tua adalah murka yang maha Esa.
  • Merlakukan orang tuamu sebaik mungkin, karena setiap kata yang keluar adalah doa untuk kita anaknya.

Kesimpulan

Akhir cerita dari Malin Kundang yaitu ketika kutukan ibunya menjadi kenyataan, tubuh Malin berubah menjadi batu.

Setelah kapalnya Malin terkena badai dan hancur, tubuh Malin menjadi batu dengan posisi membungkuk seperti orang yang minta maaf sambil bersujud.

Kisah Malin Kundang meninggalkan kesan yang cukup dalam. Banyak pelajaran berharga yang dapat kita ambil agar dapat bersikap lebih baik lagi terutama kepada ibu.

Demikianlah kisah ini semoga dapat menginspirasi.

Tinggalkan komentar


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.

%d blogger menyukai ini: